TEMPO.CO, Jakarta - Ki Manteb telah bersiap dengan pakaian dalangnya. Lampu sorot pengganti blencong atau lampu minyak di belakangnya menempelkan dua bayangan wayang di kelir atau layar putih. Rama dan Sinta berhadapan. Setelah beberapa ketukan, cerita mengalir lewat suara lelaki berbahasa Jawa dan musik gamelan yang keluar dari pengeras suara kecil. Tangan Ki Manteb perlahan beraksi dengan sabetan wayang kulitnya.
Jangan salah kira. Pertunjukan wayang kulit di ruang laboratorium fisika itu bukan dimainkan dalang top Ki Manteb Soedharsono sungguhan, melainkan oleh sebuah robot bikinan tiga mahasiswa Universitas Kristen Maranatha, Bandung. Sosok robot yang lebih mirip Pak Raden dalam film Si Unyil itu sanggup bermain selama 3 menit.
Saat Tempo menyaksikannya pada Selasa, 17 Januari 2012 lalu, insiden kecil sempat terjadi. Kepala sang dalang yang terbuat dari bola plastik itu copot dan menggelinding di lantai setelah tersenggol kerangka wayang.
Untungnya, kecelakaan itu tak terjadi saat Ki Manteb tampil di ajang Olimpiade Robot Internasional ke-13 di Jakarta pada 15-18 Desember 2011. Bersaing dengan robot-robot penari dan pemain angklung sejumlah kampus, robot dalang itu akhirnya bisa menggondol medali emas di kategori Indonesiana. Jenis lomba itu menantang peserta untuk menampilkan robot yang khas dengan budaya Indonesia.
Robot dalang dibuat Christian Hadinata, Agus Santoso, dan Nelson Mandela Sitepu selama sebulan sebelum kontes. Dosen Muliady Ang ikut membimbing ketiga mahasiswa jurusan teknik elektro angkatan 2008 dan 2009 tersebut. "Pengerjaannya hampir setiap hari setelah kuliah, kadang sampai pagi," kata Muliady.
Tinggi robot Ki Manteb 75 sentimeter. Tubuhnya terbuat dari batang peralon yang tersambung ke dudukan dan tiang layar. Jenisnya memang bukan humanoid atau robot yang berbadan utuh dan bergerak seperti manusia. “Kami hanya mengandalkan gerakan tangan,” kata Christian.
Tangan robot itu terbuat dari rangkaian komponen vital berupa servo dan motor. Perancang kostum yang melibatkan Indrayanti, seorang dosen jurusan seni rupa di kampus itu, membuat beskap dalang tanpa lengan. Jadilah Ki Manteb terlihat seperti Gatotkaca, berotot kawat dan bertulang besi. "Lengan baju menghambat gerakan tangan robot," ujar Christian.
Setiap lengan memakai delapan servo untuk meluweskan gerakan sendi robot. Beban servo dan motor terberat terletak di bahu robot. Adapun tangan robot berupa capit, bukan jemari. Capit itu ujungnya dipasangi potongan pipa kecil. Fungsinya untuk mengambil dan menahan kerangka tangan wayang lalu digerakkan. Konstruksi itu dibuat Agus dan Nelson. Suara dalang mereka rekam dari rekan mereka, Alexander Innocento. Sedangkan suara gamelan pengiring mereka ambil dari Internet.
Menyesuaikan aksi robot yang dibatasi aturan lomba selama 3 menit, lakon mengambil babak akhir, yaitu ketika Rama ingin membuktikan kesucian Sinta setelah ditahan Rahwana. Christian mengolah elemen pendukung itu dan gerakan robot dengan program Visual Studio. Perangkat lunak itu bekerja di hard disk komputer pribadi yang tersambung kabel ke robot. "Bagian tersulitnya membuat tangan robot bisa manuver seperti dalang," ujar ketua tim itu. Di belakang layar, letak wayang diatur agar terjangkau lengan robot sejauh 30 sentimeter.
Menurut dosen Muliady, masih sulit untuk membuat program gerakan robot dalam mikrocip. "Penghitungan sudut gerak lebih mudah terlihat di layar komputer," ujarnya. Ke depan, robot dalang itu akan disempurnakan. Misalnya bisa mengambil wayang dari bawah dan gerakan tangannya bisa lebih cepat ketika adegan pertempuran.
Biaya pembuatan robot itu mencapai Rp 10 juta lebih. Paling mahal untuk pembelian servo dan motor logam dengan torsi kuat. Menurut Muliady, semua biaya ditanggung kampus. Sejak tim robotika berdiri 2004, universitas baru memberi dana penuh setelah tim sering meraih juara pada berbagai lomba robot nasional mulai 2009.
ANWAR SISWADI
dikutip dari www.Tempo.co
Jangan salah kira. Pertunjukan wayang kulit di ruang laboratorium fisika itu bukan dimainkan dalang top Ki Manteb Soedharsono sungguhan, melainkan oleh sebuah robot bikinan tiga mahasiswa Universitas Kristen Maranatha, Bandung. Sosok robot yang lebih mirip Pak Raden dalam film Si Unyil itu sanggup bermain selama 3 menit.
Saat Tempo menyaksikannya pada Selasa, 17 Januari 2012 lalu, insiden kecil sempat terjadi. Kepala sang dalang yang terbuat dari bola plastik itu copot dan menggelinding di lantai setelah tersenggol kerangka wayang.
Untungnya, kecelakaan itu tak terjadi saat Ki Manteb tampil di ajang Olimpiade Robot Internasional ke-13 di Jakarta pada 15-18 Desember 2011. Bersaing dengan robot-robot penari dan pemain angklung sejumlah kampus, robot dalang itu akhirnya bisa menggondol medali emas di kategori Indonesiana. Jenis lomba itu menantang peserta untuk menampilkan robot yang khas dengan budaya Indonesia.
Robot dalang dibuat Christian Hadinata, Agus Santoso, dan Nelson Mandela Sitepu selama sebulan sebelum kontes. Dosen Muliady Ang ikut membimbing ketiga mahasiswa jurusan teknik elektro angkatan 2008 dan 2009 tersebut. "Pengerjaannya hampir setiap hari setelah kuliah, kadang sampai pagi," kata Muliady.
Tinggi robot Ki Manteb 75 sentimeter. Tubuhnya terbuat dari batang peralon yang tersambung ke dudukan dan tiang layar. Jenisnya memang bukan humanoid atau robot yang berbadan utuh dan bergerak seperti manusia. “Kami hanya mengandalkan gerakan tangan,” kata Christian.
Tangan robot itu terbuat dari rangkaian komponen vital berupa servo dan motor. Perancang kostum yang melibatkan Indrayanti, seorang dosen jurusan seni rupa di kampus itu, membuat beskap dalang tanpa lengan. Jadilah Ki Manteb terlihat seperti Gatotkaca, berotot kawat dan bertulang besi. "Lengan baju menghambat gerakan tangan robot," ujar Christian.
Setiap lengan memakai delapan servo untuk meluweskan gerakan sendi robot. Beban servo dan motor terberat terletak di bahu robot. Adapun tangan robot berupa capit, bukan jemari. Capit itu ujungnya dipasangi potongan pipa kecil. Fungsinya untuk mengambil dan menahan kerangka tangan wayang lalu digerakkan. Konstruksi itu dibuat Agus dan Nelson. Suara dalang mereka rekam dari rekan mereka, Alexander Innocento. Sedangkan suara gamelan pengiring mereka ambil dari Internet.
Menyesuaikan aksi robot yang dibatasi aturan lomba selama 3 menit, lakon mengambil babak akhir, yaitu ketika Rama ingin membuktikan kesucian Sinta setelah ditahan Rahwana. Christian mengolah elemen pendukung itu dan gerakan robot dengan program Visual Studio. Perangkat lunak itu bekerja di hard disk komputer pribadi yang tersambung kabel ke robot. "Bagian tersulitnya membuat tangan robot bisa manuver seperti dalang," ujar ketua tim itu. Di belakang layar, letak wayang diatur agar terjangkau lengan robot sejauh 30 sentimeter.
Menurut dosen Muliady, masih sulit untuk membuat program gerakan robot dalam mikrocip. "Penghitungan sudut gerak lebih mudah terlihat di layar komputer," ujarnya. Ke depan, robot dalang itu akan disempurnakan. Misalnya bisa mengambil wayang dari bawah dan gerakan tangannya bisa lebih cepat ketika adegan pertempuran.
Biaya pembuatan robot itu mencapai Rp 10 juta lebih. Paling mahal untuk pembelian servo dan motor logam dengan torsi kuat. Menurut Muliady, semua biaya ditanggung kampus. Sejak tim robotika berdiri 2004, universitas baru memberi dana penuh setelah tim sering meraih juara pada berbagai lomba robot nasional mulai 2009.
ANWAR SISWADI
dikutip dari www.Tempo.co